Photobucket

Poligami, perceraian dan budaya arab

الأربعاء، ٢٩ أبريل ٢٠٠٩

Poligami, perceraian dan budaya arab

Oleh : Miftahul Huda


Word view ikatan pernikahan

Bila mendengar kata poligami serta merta kita terbayang pada profil keluarga yang mana terdiri dari satu kepala keluarga dengan beberapa istri mulai dari dua sampai empat. Gambaran kita itu tidak berhenti disitu, tetapi juga mengarah kepada kawasan tertentu yang mana fenomena poligami tersebut menjadi bagian dari praktek budaya setempat. Pada umumnya negara-negara islam setidaknya merupakan obyek kajian pada topik ini termasuk arab saudi yang secara kasuistik tulisan ini akan membawa pada studi kawasan tersebut.

Satu hal yang paradok disaat satu belahan dunia menerapkan poligami secara konsisten seperti di negara-negara islam, disisi lain ada yang memegang teguh prinsip monogami meskipun juga menerapkan syariat islam semisal indonesia, bahkan ada yang tidak mau monogami apalagi poligami seperti fenomena di negara-negara barat. Tiga hal ini menemukan jati dirinya dengan latar belakang budaya yang tentunya berbeda-beda.

Pertama: poligami diterapkan oleh negara islam sebagai bentuk penerapan dari ajaran agama yang juga didukung oleh budaya sebelum islam. Praktek kehidupan arab pra islam misalnya mendata berbagai macam jenis pernikahan seperti nikah mut’ah (nikah kontrak) yakni dalam waktu tertentu dengan imbalan materi tertentu, nikah muhallil (nikah perantara) yakni wanita yang sudah diceraikan oleh suaminya dengan ditalak tigakali, namun dia ingin menikahi lagi dengan menyuruh orang lain untuk menikahi dulu lalu menceraikannya. Ada lagi nikah shighor (tukar menukar), nikah perempuan satu dengan laki-laki bayak, nikah dengan saudarinya sendiri, bahkan menikahi istri ayahnya dan sebagainya.

Kedua: monogami di indonesia juga lebih dilatarbelakangi oleh faktor budaya kesukuan indonesia. Adanya ungkapan ”wanita tidak mau dimadu” disemangati oleh kebiasaan yang tumbuh dikalangan wanita jawa dan di indonesia pada umumnya. Secara tidak langsung menggambarkan pengakuan hak-hak wanita yang tidak saja diperlakukan sebagai obyek yang harus dikuasai dan di atur (seperti di dunia arab), tetapi sekaligus memberikan arti kesetaraan gender dalam arti luas terbatas. Dalam perspektif orang yang menerapkan poligami bisa saja memaknai hal tersebut sebagai ”keserakahan wanita” untuk menguasai seorang pria pasangannya.

Akar budaya seperti ini sampai kini masih dipertahankan meskipun telah disadarkan pula oleh doktrin agama tentang bolehnya poligami. Kesadaran beragama islam indonesia telah mengalami proses adaptasi dengan ”kearifan” budaya lokal. Inilah yang belakangan ditentang oleh aliran islam radikal dan fundamental yang ingin menerapkan islam secara holistik dimanapun berada. Sudah semestinya islam didakwahkan dengan penuh kearifan (hikmah/ wisdom) tanpa mengibarkan konfrontasi terhadap budaya lokal. Poligami ditegaskan dalam ranah kewajaran (mubah) bagi yang mampu berlaku adil dan bukan dalam ranah kewajiban agama tanpa harus menyalahkan satu sama lain yang tidak menerapkannya.

Ketiga: kehidupan free sex sebagaimana berlaku di sebagain dunia barat menafikan adanya monogami dan apalagi poligami. Mereka tidak mau terikat dengan aturan apapun termasuk agama. Kehidupan seksualnya diekploitasi secara bebas dan disalurkan kepada siapa saja dengan catatan saling menyukai. Bisa jadi kepada lawan jenis secara bebas, maupun sejenis seperti kaum homo dan lesbi, ataupun bisa kepada siapa saja yakni kaum hitero maupun biseksual. Ekpresi kebebasan itu temasuk dalam menentukan jati diri apakah memeliki ketertarikan pada jenis laki-laki atau perempuan, sehingga opereasi kelamin menjadi hal yang absah dan normal serta legal dalam payung undang-undang.

Pilihan budaya seperti di atas dibentuk oleh kemerdekaan berfikir dan berbuat yang diyakini dimiliki setiap manusia. Mereka mengusung semangat tersebut dalam realitas kehidupan. Kehidupan bagi mereka bebas untuk dilakukan dan dinikmati dengan cara mereka sendiri. Mereka tidak mau terikat dalam bingkai perkawinan yang serasa membelenggu dan membatasi ruang geraknya. Wajarlah kemudian kalau seperti di Australia pemerintah memberikan bonus kepada setiap pasangan yang mau melakukan pernikahan secara resmi, bahkan memberi santunan kepadanya atas bayi yang dilahirkan. Namun demikian belum menjadi tradisi yang mengakar, yakni masih banyak yang tidak menikah. Akibatnya mereka melakukan praktek sek bebas, dan memilih memelihara binatang untuk ekpresi kasih sayang. Selebihnya permasalahn yang muncul adalah maraknya panti jompo akibat tidak memiliki keluarga tempat bergantung karena enggan memiliki anak akibat tidak menikah.

Jelaslah bahwa faktor jumlah penduduk suatu bangsa ikut memmbentuk watak budaya berumahtangga. Pada negara yang jumlah penduduknya yang masih relatif rendah mendorong proses pernikahan sebagai bagian sakral dalam kehidupan yang harus dilalaui. Karena dengan menikah diharapkan dapat memberikan keturunan. Parahnya perkembangan selanjutnya mengarah kepada kebebasan tindakan dan perbuatan yang didukung dengan kemajuan teknologi. Dalam hal ini untuk sekedar mendapatkan keturunan tidak harus melalui bingkai perkawinan. Meskipun keabsahannya masih dalam perdebatan, namun telah menjadi fakta dan fenomena bank sperma bisa membantu mendapatkan keturunan secara unggul tanpa harus berkeluarga. Lain halnya dengan China misalnya justru terjadi pembatasan jumlah kelahiran karena problem kebanyakan penduduk.

Bagaimanapun juga konsep poligami dan monogami berangkat dari kerangka bahwa pernikahan adalah satu hal yang dibutuhkan untuk melestarikan kehidupan dengan benar menurut kaedah agama. Permasalahannya kemudian bagaimana penarapan poligami yang secara lebih khusus mengambil sampel kawasan saudi arabia menjadi bagian dari fenomena budaya dan agama. Setting budaya serta bagaimana realitas poligami itu dalam membentuk kemapanan budaya dalam kontek kekinian, inilah yang perlu dicermati.

Identifikasi masalah

Permasalahan anusah (perawan tua) dan perceraian menjadi fenomena sosial yang sangat memprihatinkan di arab. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hasil penelitian dan data-data statistik yang dilakukan oleh berbagai lembaga sosial masyarakat (LSM) arab dan dunia islam pada umumnya menunjukkan bahwa telah terjadi keterlambatan menikah bagi perempuan sekaligus disisi lain telah banyak terjadi perceraian. Bagaimana kedua permasalahan ini akan dapat menemukan solusinya, apakah poligami merupakan salah satu pintu keluarnya?

Menurut syekh Mansur bin Abdullah al’akiq: diantara fenomena mengkhawatirkan pada era ini ini adalah banyaknya perceraian dan perawan tua yang hidup dirumah tanpa punya pasangan (suami) (Aljazirah: 6-3-2009). Menurutnya hal ini bertentangan dengan firman allah:


Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.AlQur’an: Annisa, 1

Dalam ayat tersebut menurutnya allah menegaskan bahwa kewalitas laki-laki dan perempuan terletak pada ketakwaan, takut (khasyyah) dan kekhawatiran akan allah (khouf), mereka tercipta dari tulang rusuk adam dan adam tercipta dari tanah (turab). Selanjutnya allah menjadikan rasa cinta (mawaddah) dan kasih (rahmah) melalui pernikahan. Tidak ada ketentraman hidup tanpa pernikahan.

Tetapi banyak dijumpai fenomena masyarakat yang berbalik dengan fakta tektual tersebut. Laki-laki sangat merana karena hidup sendirian tanpa istri, demikian perempuan merana sendirian hidup tanpa suami. Akibatnya banyak laki-laki membujang dan perempuan menjadi perawan tua yang tertahan dalam lingkungan keluarga. Hal ini menurut al-Ashmu’i karena perempuan dikendalikan oleh orangtuanya dalam masalah pernikahan sehingga mencapai usia tertentu. Senada dengan ini al-Jauhari menegaskan pula bahwa perempuan melajang dalam waktu yang lama tertahan dirumahnya sehingga menjadi perawan tua.

Akar permasalahan

Menurut syekh Akiq akar permasalahan yang menjadi penyebab terlambat menikah adalah sebagai berikut:

  1. Mahalnya mahar dan beban tanggungan pernikahan.

Tampaknya permasalahan ini menjadi faktor dominan para pemuda enggan menikah, sehingga akibatnya banak perempuan terlambat menikah dan menjadi perawan tua. Kenapa mahar dan tuntutan biaya pernikahan begitu mahal? Ini terjadi karena tradisi orang tua (wali nikah) memasang tarif yang mahal sekaligus sebagai prestasi dalam menghargai anak perempuannya. Mereka berkeyakinan pula jika laki-laki mampu menikahi anaknya dengan tarif yang sedemikian mahal, namun dikemudian hari menanggung beban hutang yang tinggi akibat pembiayaan tersebut didapat dari hutang, maka hal ini dianggap tidak mengikuti sunnah nabi. Nabi Muhammad saw bersabda:

زوكتكها بما معك من القرآن

Artinya: aku menikahkan wanita ini denganmu dengan mahar alquran.

  1. Cita-cita berpendidikan tinggi.

Fenomena berpendidikan tinggi ini memicu peningkatan lajang dan bujangan. Wanita yang berpendidikan tinggi menghabiskan waktunya untuk belajar. Semakin lama justru tidak banyak yang berani melamarnya. Tampaknya laki-laki akan berfikir dua kali ketika akan menikah dengan wanita karir berpendidikan tinggi, karena biasanya diperlukan kesetaraan pemikiran dan pendidikan. Terkadang wanita juga berfikir bahwa pendidikan tinggi dapat menjamin hidupnya lebih baik. Tetapi kenyataannya sangat memprihatinkan jika pada akhirnya calon laki-laki tidak ada yang melamarnya karena semakin pendidikan tinggi wanita semakin menaikkan prestisenya dimasyarakat.

Dengan demikian jelaslah bahwa berpendidikan tinggi bagi wanita justru menghalangi cepatnya pernikahan, karena faktanya sedikit laki-laki yang mencari perempuan yang memiliki pendidikan tinggi. Demikian halnya laki-laki yang berpendidikan tinggi biasanya menetapkan kreteria wanita yang berpendidikan tinggi dan ini tidak kunjung dijumpai sehingga semakin memperpanjang usia pernikahan yang tertunda. Pada intinya berpendidikan tinggi ternyanta menghambat pernikahan karena laki-laki maupun perempuan harus mencari pasangan yang setera dalam tingkan pendidikannya.

Padahal allah berfirman:


dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (Qs. Annur: 32).

Fakta dan data dilapangkan menunjukkan bahwa pernikahan mendorong terciptanya hati yang tentram, jiwa yang tenang dan fikiran jernih pada kedua pasangan. Adapun ketergantungan menikah hanya karena ingin mendapatkan pasangan yang berpendidikan tinggi, karir dan ideal akan memperlambat pernikahan. Banyak dijumpai misalnya wanita hanya akan menikah dengan laki-laki idaman terhebat pada saat itu, terkaya, cinta sejati dan sebagainya. Jika datang laki-laki yang melamar dan tidak sesuai kriteria tersebut cenderung berkata: tidak mau, dia bukan tipe idealku. Ataupun bahkan walinya berkata pula: jangan menikah dengan dia, dia miskin dan lemah semangat, pada akhirnya menolak lamarannya. Kondisi seperti ini berlangsung terus menerus, akibatnya tertundalah pernikahannya sampai tua.

Samahalnya perempuan, laki-laki juga memiliki problem tersendiri. Biasanya ia terlalu ideal dalam menentukan pasangan hidupnya. Padahal jarang sekali berkumpul dalam pribadi seorang semua kriteria ideal bagi perempuan sempurna. Pada akhirnya kembali bahwa kesempurnaan hanya milik allah.

Diriwayatkan dari Abi Hurairah Nabi Muhammad saw bersabda:

تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها، فاظفربسذات الدين تربت يداك

Artinya: wanita dinikahi karena empat hal; kecantikannya, nasab, kecantikan dan agamanya, pilihlah kriteria agamanya niscaya kamu akan selamat.

  1. Adat istiadat yang bertentangan dengan islam.

Mahalnya pembiayaan nikah dalam negri arab memicu maraknya fenomena nikah diluar negri yang tidak sesuai dengan syariat agama islam. Akibatnya pada musim liburan meningkatlah wisata berlibur keluar negeri baik kenegara barat maupun ketimur termasuk Asia. Diantara tujuannya adalah mencari kesenangan, tidur di hotel, pergi kepuncak gunung, kepantai dan sebagainya dengan ditemani wanita ”penghibur”. Sungguh fenomena yang paradok ketika orang non arab datang ke arab biasanya untuk bekerja mencari nafkah bahkan banyak juga yang bertujuan untuk mencari ilmu sebagai pelajar atupun bahkan mengajar. Namun disisi lain mereka orang arab ad a y angpergi melancong ke negeri orang untuk bersenang-senang mencari kebebasan dan ”kepuasan”. Padahal allah menegaskan bahwa kemuliaan itu ada pada taqwa bukan pada identitas bangsa ataupun suku.


Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Alhujurat: 13).

Berdasarkan fakta dan fenomena permasalahan di atas, maka beberapa upaya jalan keluar yang dapat diupayakan untuk mengatasi keterlambatan menikah adalah diantaranya dengan penguatan dasar pemahaman agama islam. Genarasi muda mudi diberikan pendidikan akidah dan akhlak yang kuat. Diberdayakan peran keluarga dalam membentuk keluarga sakinah yang penuh cinta kasih. Membudayakan memberi mahar nikah yang terlalu tinggi, menikahkan dengan pasangan setara, mempermudah proses pernikahan dan menjauhi budaya interen arab yang tidak sesuai dengan tuntunan islam.

Problem perceraian

Studi kasus kontemporer atas permasalahan perceraian di Saudi arabia ini pernah dilakukan oleh Salman bin Muhammad Alumri. Penelitiannya menunjukkan bahwa 43% permasalahan talak di saudi terjadi karena tidak adanya harmonisasi antara pasangan (Aljazirah: 5-3-2009). Solusi atas permasalahan ini dalam peneletian tersebut merekomendasikan dengan kembali kepada syari’at islam dalam segala segi kehidupan. Islam memperbolehkan talak atas solusi permasalahan yang ada dengan prinsip mengambil resiko terkecil (akhaf aldhararain ).

Penelitian tersebut dilakukan atas sponsor organisasi hak asasi manusia dan atas partisipasi istansi terkait terdiri dari para pakar, pengacara dan wartawan. Perceraian di Arab Saudi diketahui meningkat selama tahun 2008 lalu. Jika pada tahun 2007 mencapai 1.500 kasus perbulan, pada tahun 2008 meningkat menjadi 1.980 kasus perbulan. Menurut data tersebut, tahun 2008 terdapat 24.428 kasus perceraian. Hal ini meningkat 5.663 kasus dari tahun sebelumnya yang mencapai 18.765 kasus. “Rata-rata perkawinan tahun 2008 mencapai 9.480 kasus dan perceraian mencapai 1.980 kasus setiap bulannya,” bunyi laporan tersebut. Yang unik, hanya 15.851 kasus perkawinan yang didafatarkan di kementerian tersebut, sementara 99.698 kasus perkawinan hanya dicatat di kantor pencatatan nikah setempat. Riyadh merupakan wilayah tertinggi angka perceraiannya, yaitu 7.085 kasus, kemudian disusul Mekah dengan 5.749 kasus.

Anugrah allah

Menurut syekh Abdul Aziz bin Muhammad Hamdan kemudahan mendapatkan jodoh dalam berkeluarga dan membina rumah tangga yang tentram dan sejah tera merupakan karunia dari allah yang sangat besar. Hal ini didasarkan pada ayat allah:

Istri dalam rumah tangga memiliki peran yang sangat penting. Setelah seharian kerja sang suami memerlukan tempat kembali, tempat beristirahat, tempat melepaskan kelelahan kerja, tempat menimbulkan semangat hidup; itulah kehidupan rumahtangga. Hanya saja apa yang digambarkan suami dapat menemui pasangan hidupnya berlaku yang ideal buat dirinya terkadang bertepuk sebelah tangan. Oleh karena itu menjadi kewajiban suami untuk mendidik istrinya sesuai dengan ajaran agama islam. Dalam hal ini ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim bahwasanya nabi bersabda:


إستوصوا بالنساء خيرا، فـإنهن خلقن من ضلغ، وأن أعوج شيء في الضلع أعلاه فإن ذهبت تقيمه كسرته، وإن تركته لم يزل أعوج، فاستوصوا بالنساء خيرا


Artinya: berpesanlah kepada wanita (istri) pesan yang baik, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya paling rawan bengkok adalah tulang rusuk atas, jika kamu paksa untuk lurus maka dia akan patah, dan jika kamu biarkan saja maka selamanya akan bengkok, oleh kerenanya berpesanlah yang baik kepada wanita.

Menurut syekh Hamdani yang dapat mengancam keutuhan rumah tangga yaitu berlaku semaunya dan keras kepala. Akibatnya menggiring kepada pintu perceraian. Hampir bisa dipastikan kasus perceraian lebih banyak dari pada akad pernikahan. Pernyataan terakhir inilah yang tepat untuk menggambarkan relasi antara fenomena diperbolehkannya poligami dengan perceraian. Dengan kata lain karena ada poligami maka memiliki kemungkinan besar terjadinya perceraian, meskipun dalam kasus ini poligami juga muncul dalam kapasistas mengatasi problem perawan tua akibat mahalnya mahar dan kulturbudaya.


0 komentar:

إرسال تعليق

Comment here

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP