Photobucket

Fundamentalisme dan gerakan radikal Islam Kontemporer

الخميس، ١٣ ربيع الآخر ١٤٣٠ هـ

(Kasus Jama’ah Islamiyah)

A. Persoalan dan latar belakang sosial
Diskursus gerakan Islam radikal, fundamentalisme Islam, dan terrorisme Islam dalam ruang public internasional menjadi sangat mengemuka pasca munculnya tragedy kemanusiaan 11 September 2001. Tepatnya, pasca terjadinya peristiwa ledakan WTC, gedung pentagon, dan gedugn capitol di Amerika Serikat. Ketiga entitas tersebut dipahami oleh bayak kalangan –terlebih kalangan Barat- sebagai aksi jaringan kelompok internasional Islam radikal fundamentalisme. Menurut David Zaidan dalam artikelnya, The Islamic fundamentalist view of life as a perennial battle, tragedy tersebut diyakini pelaku utamanya adalah Oesama bin Laden dan jaringan teroris yang dibetuknya (Alqaeda).
Gerakan Islam dimaksudkan segala aktifitas rakyat yang bersifat bersama (jama’ah) dan terorganisasi, yang berupa mengembalikan Islam agar kembali memimpin masyarakat dan mengarahkan kehidupan mereka dalam segala aspeknya. Berdirinya negara Islam barangkali merupakan tujuan paling penting bagi para tokoh pergerakan kebangkitan Islam, namun, ini tidaklah berarti bahwa semua tokoh kebangkitan berpandangan sama mengenai apa itu negara Islam dan bagaimana menjalankannya. Namun, Kelompok Islam radikal, dalam konteks Indonesia, meyakini adanya relasi integral antara Islam dengan negara, dengan argumen bahwa Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk politik.
Dalam konteks Indonesia, ditengah berjalannya proses penyidikan yang dipimpin Indonesia, serangan yang terjadi di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 kian menampakkan diri sebagi hasil karya Jama’ah Islamiyah (JI). Mekipun demikian, banyak kalangan yang meragukan keberadaan JI di Indonesia termasuk Pimpinan Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah atau Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia KH A. Aziz Masyhuri. Ia belum pernah mendengar tentang JI di Indonesia, dan sepengetahuannya hanya ada di Pakistan yang kemunculannya karena tekanan umat lain (Yahudi), sedangkan di Indonesia tekanan semacam itu tidak dijumpai Namun apa itu Jama’ah Islamiyah, bagaimana cara organisasi ini beroperasi serta apa sasaran atau targetnya? Inilah fokus permasalahan yang akan dikaji.
Guna menjawab sebagian pertanyaan tersebut, penulis mengacu pada hasil temuan Intl Crisis Group (ICG) yang telah menyelidiki berbagai peristiwa ledakan bom di Indonesia yang dikaitkan dengan JI. Banyak kasus yang bisa dijadikan rujukan: Sejak 1999 hingga kini, JI pernah dikaitkan dengan lusinan serangan maut yang mereka lancarkan di Indonesia dan Filipina.

B. Pendekatan ( konsep teori dan metodologi )
Salah satu konsep untuk memahami fenomena fundamentalisme Jama’ah Islamiyah adalah dengan memposisikannya sebagai bagian dari gerakan sosial ( social movement ). Fokus konsep ini bertitik tolak dari dari paradigma gerakan sosial lama ( old social movement paradigm ) yang tidak menyertakan agama sebagai satu-satunya faktor pendorong konflik, melainkan juga kelas ( class ) sebagai faktor utama munculnya gerakan sosial. Cara pemahaman seperti inilah yang kemudian disebut dengan class interpretation.
Untuk melihat gerakan fundamentalisme JI, juga dapat dilihat dari teori perlawanan (oppositionalism) atau teori perjuangan (fight) yang melihat fundamentalisme dari lima cirri perlawanan. Pertama, fight back; perlawanan dilakukan terhadap kelompok yang mengancam keberadaan atau identitas yang menjadi taruhan hidupnya. Kedua, figh for; berjuang untuk menegakkan cita-cita yang mencakup persoalan hidup secara umum, seperti keluarga dan istitusi lainnya. Ketiga, fight with; berjuang dengan kerangka nilai atau identitas tertentu yang diambil dari warisan masa lalu maupun konstruksi baru. Keempat, faight against; berjuang melawan musuh-musuh tertentu yang muncul dalam bentuk komunitas atau tata sosial keagamaan yang dipandang menyimpang. Kelima, fight under; berjuang atas nama tuhan atau ide-ide yang lain.

C. Antara jama’ati Islami dan Jama’ah Islamiyah ( JI )
Ada problem terminologi yang perlu ditegaskan terlebih dahulu, yaitu antara Jama’ati Islam dan Jama’ah Islamiyah. Adapun Jama’ati Islami didirikan oleh Abul A’la Al-Maududi pada tahun 1940 sekaligus ia dipilih sebagai ketuanya hingga tahun 1972. Pada tahun 1947 , waktu dua negara anak benua India itu didirikan-Pakistan dan India-Jama’at juga terbagi dua Jama’at-I Islam India dan Jama’at-I Islam Pakistan, ia memusatkan perhatiannya untuk mendirikan suatu negara Islam dan masyarakat Islam yang sebenarnya dinegeri itu.
Profesinya dimulai dari jurnalis, editor surat kabar Taj, pimred surat kabar Muslim (1921-1923), kemudian Aljam’iyat (1925-1928) dua surat kabar yang diterbitkan oleh jam’iyat-I ulama-I Hind, organisasi ulama-ulama muslim.
Sedangkan Jama’ah Islamiyah (JI) adalah organisasi yang dibentuk oleh Abdullah Sungkar di Malaysia pada 1994 atau 1995, tidak untuk dirancukan dengan istilah umum Jama’ah Islamiyah yang artinya hanya "komunitas Islami". Organisasi tersebut secara resmi dimasukkan dalam daftar organisasi teroris di PBB pada 23 Oktober 2002. Menurut Mustofa Alsayyid, disinilah nampak sisi pandang yang berbeda tentang definisi terorisme yang dipahami oleh barat (AS) dan orang Islam. Orang arab (Islam), sudah mempelajari bahwa terorisme itu tidak bisa dikalahkan dengan bersandar pada kekuatan militer. Konversi, pemaksaan dari bangsa lain adalah asing bagi Islam. Bahkan perkembangan dukungan masa depan terhadap perlawanan terorisme itu sendiri akan menjadi sulit.
Abdullah Sungkar ikut mendirikan Pondok Ngruki (Pesantren al-Mukmin) di pinggiran Solo, Jawa tengah dan Pesantren Luqmanul Hakiem di Johor, Malaysia. Lahir 1937 pada keluarga ternama pedagang batik keturunan Yaman di Solo. Ditahan sesaat tahun 1977 karena mendorong golput, kemudian ditangkap bersamaa Abu Bakar Ba'asyir pada 1978 atas tuduhan subversi karena diduga terlibat Komando Jihad/Darul Islam. Lari ke Malaysia 1985, mendirikan JI disana, wafat di Indonesia November 1999.
Serangan tanggal 12 Oktober 2002 di Bali yang menewaskan hampir 200 orang merupakan rangkaian peristiwa peledakan bom di Indonesia dan Filipina yang paling dahsyat yang diduga dilakukan Jama’ah Islamiyah (JI). JI, sebuah organisasi yang didirikan di Malaysia oleh warga Indonesia yang terkait al-Qaeda. JI memiliki jaringan pendukung diseluruh Indonesia, Malaysia, Singapura dan Filipina Selatan. JI juga diduga telah mengadakan kontak dengan organisasi Muslim di Thailand dan Burma. Pun negara kaya minyak Brunei boleh jadi sudah diliriknya sebagai sumber dukungan atau tempat pelarian. Laporan ini merupakan lanjutan dari laporan ICG bulan Agustus 2002, yang mengkaji asal-usul sejarah dan intelektual dari orang-orang yang terkait JI.
Melihat luasnya jaringan JI seperti itu, maka pertemuan antara kecenderungan terorisme internasional dan domestik, menurut Bruce Hoffman merupakan alasan yang mendorong pertumbuhan teroris sangat variatif dan komplek. Disamping faktor secara umum adalah; termotifasi oleh bentuk perintah agama, meningkatnya kemampuan dan wewenang teroris itu sendiri ikut mendorong pada bentuk professional. Terorisme karena motivasi agama lebih besar volumenya daripada motivasi etnis, nasionalisme, sparatisme ataupun idiologi. Implikasi motivasi seperti ini sebagaimana ditunjukkan oleh gerakan kaum syi’ah.
Laporan ICG tersebut diatas, juga memusatkan pada gerakan Darul Islam di Indonesia pada tahun 1950an serta peran sentral dari sebuah pesantren di Solo, Jawa Tengah, bernama Pondok Ngruki, berikut kedua pendirinya, yakni almarhum Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir. Bagaimana tepatnya struktur dan organisasi JI di Indonesia masih jadi hal yang belum jelas. Pada bulan-bulan berikutnya, banyak hal yang diterbitkan mengenai JI, sebagian besar berdasarkan sumber-sumber intelijen regional.
Pada Oktober 2002, Wakil Singapura di PBB, Kishore Mahbubani, secara resmi mengajukan permintaan kepada komite yang didirikan sesuai Resolusi Dewan Keamanan nomor 1267, untuk menempatkan Jama’ah Islamiyah pada daftar organisasi teroris yang terkait al-Qaeda.
Menurut pemerintah Singapura, JI: Merupakan organisasi teroris regional yang bekerja secara rahasia, dibentuk oleh mendiang ulama warga Indonesia Abdullah Sungkar. Setelah kematiannya, kedudukan amir JI dipegang oleh seorang warga Indonesia, yaitu Abu Bakar Ba’asyir. JI bertujuan mendirikan negara Islam diseantero Asia Tenggara, dengan menggunakan cara-cara teroris dan revolusi. Organisasi JI terdiri dari empat distrik atau wilayah (mantiqi) yang masing-masing terdiri dari beberapa ranting (wakalah). JI Singapura merupakan jaringan tingkat wakalah dibawah mantiqi JI Malaysia yang pernah diketuai Hambali (alias Riduan Isamuddin) hingga paruh kedua tahun 2001. Kepemimpinan mantiqi Malaysia kemudian dialihkan setelah Hambali dicari oleh pihak berwajib Malaysia sehubungan dengan tindak kekerasan yang dilakukan Kumpulan Militant Malaysia (KMM). Selanjutnya kepemimpinan mantiqi Malaysia diambil alih oleh seorang ustaz bernama Mukhlas.

D. Relasi JI dengan DI, DII, MMI dan GAM
Sejak tahun 1970an, Abdullah Sungkar sudah mengisyaratkan perlunya organisasi baru yang dapat bekerja lebih efektif guna mencapai sebuah negara Islam, dan organisasi tersebut ia namakan Jamaah Islamiyah. Unsur-unsur kuncinya adalah perekrutan, pendidikan, ketaatan, dan jihad. Namun terjadi perselisihan dan debat didalam gerakan Darul Islam (DI) mengenai siapa yang layak memimpin organisasi tersebut dan tempatnya didalam gerakan secara lebih umum. JI yang dibentuk di Malaysia mengikuti perselisihan didalam kepemimpinan Darul Islam ketika Sungkar berpisah dengan seorang pemimpin DI yang berkedudukan di Indonesia bernama Ajengan Masduki. Tampaknya, organisasi JI yang baru, memiliki struktur jauh lebih rapat ketimbang yang lain dimana ia pernah terlibat di masa lalu.
Organisasi JI tersebut merupakan jelmaan sebuah hibrida ideologi. Ada pengaruh kuat dari kelompok Islam radikal di Mesir, dalam arti struktur organisasi, kerahasiaan, dan misi jihadnya. Gerakan Darul Islam pada yang didirikan tahun 1950an masih tetap menjadi ilham yang kuat, akan tetapi ada warna anti-Kristen yang menonjol pada ajaran-ajaran JI yang bukan ciri Darul Islam. Menurut orang-orang yang dekat dengan Abdullah Sungkar, hal itu akibat hubungan masa lalunya dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), yang oleh seorang ilmuwan disebut “memiliki obsesi hampir paranoid, yang melihat upaya-upaya misionaris Kristen sebagai ancaman terhadap Islam, serta orientasi yang kian kuat kepada Timur Tengah, terutama Arab Saudi”.
Seorang murid Sungkar menuturkan bahwa ia kerap membandingkan perjuangan kaum Muslimin di Indonesia dengan perjuangan Rasul di Mekkah. Seperti Rasul, yang harus menganut strategi perjuangan diam-diam, maka setiap upaya untuk berjuang secara terbuka menegakan sebuah negara Islam bakal ditumpas oleh musuh-musuh Islam. Ajaran Sungkar disebarkan tidak saja melalui JI tetapi juga pada pesantren yang turut didirikannya di Malaysia bernama Pondok Pesantren Luqmanul Hakiem di Johor. Amrozi, pelaku pada kasus bom Bali, pernah menjadi siswa pada sekolah ini.
Dalam berita acara pemeriksaannya, Abu Bakar Ba’asyir berkata bahwa pihak berwajib di Malaysia menuduh persantren tersebut memiliki orientasi Wahabi. Ketika Abdullah Sungkar wafat pada November 1999, tak lama setelah ia kembali ke Indonesia, Ba’asyir menggantikannya sebagai ketua JI. Akan tetapi banyak anak buah Sungkar yang direkrut di Indonesia, terutama kaum pemuda yang lebih militan, sangat tidak puas dengan peralihan kepemimpinan ke tangan Ba’asyir. Kelompok yang lebih muda tersebut diantaranya termasuk Riduan Isamuddin alias Hambali; Abdul Aziz alias Imam Samudra, yang ditangkap di Jawa Barat pada 21 November 2002; Ali Gufron alias Muchlas (kakak Amrozi, seorang pelaku kunci dalam kasus bom Bali, yang tertangkap pada 3 December); dan Abdullah Anshori, alias Abu Fatih. Mereka menganggap Ba’asyir terlalu lemah, terlalu bersikap akomodatif, serta terlalu mudah dipengaruhi orang lain. Menurut Magnus Rastorp, disininah terlihat betapa pentingnya peran dari pemimpin rohani dalam organisasi teroris Islam, sebagaimana ditunjukkan oleh peran Syekh Umar Abdurrahman Mesir dalam fatwanya untuk membantai Anwar Sadat dan memusuhi orang barat yang berada di Mesir.
Perpecahan tersebut kian memburuk ketika Ba’asyir bersama Irfan Awwas Suryahardy dan Mursalin Dahlan, keduanya aktivis Muslim dan mantan tahanan politik, mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada Agustus 2000. Menurut kaum radikal, konsep MMI telah menyimpang dari ajaran-ajaran Abdullah Sungkar. Misalnya, mereka menganggap hal itu merupakan pengkhianatan terhadap ijtihad politik atau analisa politik Sungkar agar JI tetap bekerja di bawah tanah hingga muncul saat yang tepat untuk menegakkan negara Islam. Tapi, Abu Bakar Ba’asyir berdalih bahwa keterbukaan yang terjadi pasca Soeharto membuka peluang-peluang baru; jika peluang tersebut tidak diraih, maka hal itu bukan saja langkah yang salah, bahkan sebuah dosa. Kaum radikal membantah bahwa sistim politik mungkin saja lebih terbuka saat ini, namun masih dikuasai kaum kafir. Mereka gundah karena MMI menyambut baik wakil-wakil dari partai politik Muslim yang berupaya mendirikan syariah Islam, karena menurut ajaran Sungkar, setiap akomodasi yang diberikan terhadap sistim politik yang non Islam dapat mencemari umat yang taat, dan hal itu dilarang. Bagi para pengikut Sungkar, adalah hal yang haram ketika Fuad Amsyari, sekretaris MMI mengusulkan perjuangan menegakan syariat Islam sebaiknya melalui jalur parlemen seperti DPR serta pemilihan calon dari partai Islam ketimbang menjadi golput pada pemilihan umum. Kemarahan kaum radikal bertambah ketika Ba’asyir menggugat pemerintah Singapura pada awal tahun ini, karena hal itu berarti seolah-olah mengakui legitimasi dari sebuah sistim hukum yang non Islam.
Falsafah yang dianut kaum radikal tersebut dapat di peroleh dari situs internet yang disampaikan Imam Samudra kepada para wartawan. Situs ini mencerminkan gagasan-gagasan dibalik perjuangan JI. Pasca pengakuan Omar Al-Faruq yang kemudian dimuat Time edisi September 2002, terjadi pertemuan antara MMI dengan JI. MMI menyampaikan pandangan Abu Bakar Ba’asir yang melihat aksi perjuangan bersenjata seperti peledakan bom sebaiknya ditunda. Pasalnya, itu akan memberikan dampak negatif bagi gerakan Islam.
Kaitan-kaitan serta afiliasi JI di seluruh Sumatera boleh jadi lebih rumit daripada di daerah lain di Indonesia. Di Aceh terjadi persilangan kepentingan dengan oknum-oknum dan organisasi yang sudah lama dihubungkan dengan intelijen Indonesia. Cukup memandang peta untuk melihat bagaimana Sumatera menjadi persimpangan jalan bagi orang-orang yang berlalu lalang dari dan menuju semenanjung Malaysia. Posisi strategis Aceh seperti itu menurut Samantha dijadikan barometer bagi Indonesia masa sekarang maupun dekade berikutnya. Reformasi Indonesia dapat meminta kembali posisinya sebagai pemimpin bagian Asia tenggara. Karenanya, Indonesia harus bisa menyediakan suatu contoh bahwa demokrasi dan Islam tidak berselisih.
Pulau Batam dilepas pantai Singapura merupakan tempat berlindung yang aman bagi kegiatan penyelundup. Disana juga banyak orang Aceh menjual ganja dengan imbalan berbagai barang, termasuk senjata. Lampung, teleh jadi basis gerakan Darul Islam yang kuat sejak 1970an. Gerakan ini sempat dipimpin Abdul Qadir Baraja, seorang guru Pondok Ngruki dan rekan dekat Abu Bakar Ba’asyir, yang ikut hadir pada kongres pendirian Majelis Mujahidin Indonesia. Way Jepara di Lampung juga merupakan lokasi dari apa yang disebut sekolah satelit Pondok Ngruki, yang pada tahun 1989 menjadi titik pusat sebuah benturan berdarah antara warga pesantren dengan TNI.
Aceh merupakan sumber pasokan senjata dan bahan peledak karena konflik separatis yang terjadi disana. Juga terdapat jalur yang kerap digunakan dari Aceh melalui Batam menuju Singapura dan melalui Medan dan Riau menuju Malaysia, bagi pertukaran orang maupun uang. Lebih penting lagi, anehnya Aceh merupakan tempat persilangan kepentingan JI dan pihak militer Indonesia karena keduanya menentang GAM.
Secara historis, kaitan JI dengan Aceh ini dapat dilihat dari anggapa JI terhadap aksi pemberontakan Darul Islam yang terjadi di daerah itu (1953-1962) dan melalui pemimpinnya Teungku Daud Beureueh dan rekan-rekannya. Tak seperti pemimpin gerakan Darul Islam di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, Beureueh diizinkan menjalani kembali kehidupan sipil setelah penyerahannya dan hingga wafatnya pada tahun 1987 masih tetap merupakan tokoh yang dihormati di Aceh. Semua orang Aceh sama memandang Beureueh sebagai pahlawan. Akan tetapi jika GAM melihatnya sebagai perintis gerakan kemerdekaan Aceh, maka pemimpin JI menganggapnya sebagai pembela negara Islam. Anggota gerakan Darul Islam menganggap pemimpin gerakan di Jawa Barat, Sekarmadji Kartosuwirjo, sebagai imam pertama dari Negara Islam Indonesia (NII).
Menjelang kematiannya pada 1962, Kartosuwirjo dilaporkan menunjuk Daud Beureueh sebagai imam kedua NII. Belakangan, Daud Beureueh disebut-sebut menunjuk Abu Hasbi Geudong, seorang Aceh yang bertempur disampingnya sebagai penggantinya. Putera Abi Hasbi Geudong, Teungku Fauzi Hasbi, seorang pembelot dari GAM yang dianggap pengkhianat oleh pimpinan GAM saat ini, membagi waktunya antara Medan, Jakarta, dan Kuala Lumpur dan secara reguler bertemu dengan pimpinan Jama’ah Islamiyah di Malaysia. Menurut penuturannya, ia menganggap Hambali bagaikan puteranya sendiri. Yang lebih aneh lagi bagi seseorang yang memiliki kaitan dengan pimpinan JI, ia pun pernah dekat dengan Kopassus sejak ia pertama kali menyerahkan diri di tahun 1977 kepada perwira Kopassus saat itu, Letnan Satu Syafrie Sjamsuddin – kini Mayor Jenderal Syafrie Syamsuddin, Kapuspen Mabes TNI.

E. Strategi dan Aksi Bom Malam Natal: realitas fundamentalisme
Menurut salah seorang yang dekat dengan orang-orang yang mengambil bagian dalam kamp pelatihan di Pandeglang, yang dikelola pelaku bom Bali Imam Samudra di Banten pada 2001, perekrutan untuk mujahid Poso dan Ambon berlangsung sebagai berikut; Seorang anggota kelompok Samudra memulai pembicaraan dengan siswa-siswa dari madrasah aliyah negeri. Madrasah tersebut lokasinya bisa didalam pesantren atau bisa juga terpisah. Siswa-siswa diundang hadir pada pertemuan dimana si pembahas memperlihatkan CD video tentang perang di Ambon dan Poso yang dibuat KOMPAK, organisasi yang berafiliasi dengan para mujahidin. Biasanya video tersebut berhasil memancing kemarahan besar pada orang yang melihatnya karena kebrutalan dan tindakan tidak berperikemanusiaan yang diperlihatkan pihak Kristen.
Para penonton kemudian diundang kembali untuk mengikuti kelompok pengajian yang disebut halaqah. Disebut demikian sebab pengajian melibatkan sejumlah kecil peserta yang duduk dalam lingkaran (halaqah). Disana mereka mempelajari kaidah pokok pada ajaran Sungkar – iman, hijrah, dan jihad – dengan pandangan kepada ajaran Wahabi yang kental.
Siswa-siswa yang mengikuti pelatihan diajarkan pengertian-pengertian rumusan, misalnya bahwa yang paling perlu ditakuti umat Muslim adalah pemerintahan yang diperbudak para kafir. Berulang kali ditekankan bahwa keadaan dunia saat ini bagaikan zaman jahilyah yang melanda Mekkah sebelum Islam diterima luas dan ketika umat Muslim dianiaya. Para mentor menekankan perlunya membersihkan iman dari syirik.
Menurut Hoffman, pola terorisme masa depan memiliki kecenderungan menggunakan system senjata pemusnah masal (WMD: weapon of mass destruction) dan senjata nuklir (SNM: strategic nuclear material ). Kebanyakan terorisme juga menggunakan perencanaan serangan yang hati-hati, dengan penuh pertimbangan, dan tindakan teroris secara rinci dirancang untuk mengkomunikasikan suatu pesan.
Meskipun JI belum pada tingkatan sebagaimana gambaran tersebut, aksi bom malam natal dengan tingkat profesionalisme yang lebih kecil dibandingka aksi bom Bali, namun peristiwa bom malam Natal pada Desember 2000 itu penting untuk dikaji sebagai contoh tentang luasnya aksi jangkauan jaringan JI. Polisi juga menyimpulkan dan bahwa motivasinya adalah untuk menimbulkan teror diantara umat Kristen. Namun demikian, dalam penyelidikan yang dilakukan jurnalis dari majalah mingguan Tempo, diisyaratkan bahwa motivasinya adalah membalas umat Kristen atas pembunuhan terhadap umat Muslim. Keduanya ada benarnya, akan tetapi pada saat itu tidak terbersit di benak orang, kaitan antara peledakan bom malam Natal dengan Jama’ah Islamiyah atau jaringan disekitar Pondok Ngruki.

F. Penutup
Fenomena fundamentalisme dan radikalisme setidaknya dapat dilihat dalam kasus gerakan Jama’ah Islamiyah (JI) Indonesia. Terlepas apakah JI memiliki keterkaitan dengan Alqaedah pimpinan Usama bin Laden atau tidak, yang jelas jaringan JI bergerak tidak di Indonesia saja, tetapi juga memiliki afiliasi dikawasan Malaysia, Singapura dan Filipina Selatan, bahkan mungkin sampai ke Thailand, Burma dan Brunei.
JI diyakini didirikan oleh Abdullah Sungkar di Malaysia pada sekitar tahun 1994/ 1995 untuk tujuan mendirikan sebuah negara Islam. JI merupakan jelmaan sebuah hibrida ideology, diilhami oleh berbagai gerakan lainnya semisal kelompok Islam radikal mesir, gerakan Darul Islam (DI), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dimana gerakan-gerakan ini memandang upaya misionaris Kristen sebagai ancaman terhadap Islam. Ajaran Sungkar tidak saja disebarkan melalui JI, tetapi juga pada pesantrennya yang bernama Luqmanul Hakim di Johor Malaysia.
Abdullah Sungkar ikut mendirikan Pondok Ngruki (pesantren Almukmin) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Setelah Sungkar wafat, maka Ba’asyir menggantikan posisinya sebagai ketua JI. Reaksi kaum muda JI yang militan semisal Hambali dan Imam Samudra, Ali Ghufron, Abu Fatih dll menilai Ba’asyir terlalu lemah, terlalu akomodatip dan mudah dipengaruhi orang lain, tidak setuju dengan aksi bersenjata serta peledakkan bom. Akibatnya mereka sering tidak memperdulikan Ba’syir dan pada puncak perselisihannya, ketika Ba’syir mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang mereka nilai sebagai pengkhianatan ijtihad politik dimana JI seharusnya bekerja dan beroperasi “dibawah tanah” hingga muncul saat yang tepat untuk menegakkan negara Islam.
JI tampaknya beroperasi dengan menggunakan system sel dengan struktur organisasi yang khusus dan longgar. Para pemikir utamanya adalah pengikut setia almarhum Abdullah Sungkar. Sebagian besar dari mereka warganegara Indonesia yang menetap di Malaysia, serta para veteran perang Afganistan dan alumni latihan militer di Afganistan pasca Soviet jatuh. Lapis keduanya adalah orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang sama. Mereka ditugaskan jadi koordinator di lapangan, dan bertanggungjawab atas pengiriman uang dan bahan peledak, serta merekrut orang-orang setempat untuk dibawahinya selaku pemimpin tim dari para operator lapangan. Lapis paling bawah, yaitu orang-orang yang mengendarai mobil, mengintai sasaran, menempatkan bom. Merekalah yang paling sering menghadapi bahaya penangkapan, cidera fisik, atau kematian. Umumnya mereka dipilih beberapa saat sebelum serangan dilakukan. Kebanyakan orang-orang ini adalah pemuda dari pesantren atau madrasah. Sekolah-sekolah yang menyediakan orang tersebut seringkali dipimpin oleh guru agama yang terkait gerakan Darul Islam tahun 1950an, atau dengan Pondok Ngruki.
Hingga sebelum peristiwa serangan Bali, motivasi dibalik peledakan bom tampaknya merupakan pembalasan atas pembantaian terhadap umat Muslim oleh orang Kristen di Indonesia – di Maluku, Maluku Utara, dan Poso (Sulawesi Tengah) dimana pernah meletus konflik massal di tahun 1999 dan 2000. Dengan sejumlah kecil pengecualian, seperti serangan terhadap rumah kediaman Duta Besar Filipina di Jakarta pada Agustus 2000, sebagian besar sasaran adalah gereja dan pendeta.
Seringkali proses perekrutan didahului diskusi soal Maluku dan Poso. Diskusi itu biasanya disertai tayangan video tentang pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di daerah-daerah itu. Konflik-konflik tersebut tidak saja memberi arti yang kongkret terhadap konsep jihad, yang merupakan unsur kunci dalam ideologi JI, namun juga merupakan tempat yang mudah dicapai bagi orang-orang yang direkrut untuk menimba pengalaman praktis dalam berperang. Perang terhadap terorisme yang dipimpin AS kini tampaknya menggantikan Maluku dan Poso sebagai obyek kemarahan JI. Apalagi setelah konflik disana mulai mereda. Orang-orang Barat di Bali dijadikan sasaran baru serangan JI. Peristiwa ini bisa jadi petunjuk adanya pergeseran serangan dari orang Kristen kepada orang Barat.

Daftar Pusaka

Abdul Aziz (ed), Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996)
Achmad jainuri dkk, Terrorisme dan Fundamentalisme Agama, sebuah tafsir sosial, ( Malang:Bayu Media, 2003)
Ali Rahnema, Pioner of Islamic Reval,Terj. Ilyas Hasan, Para perintis zaman baru Islam, (Bandung: Mizan, 1995)
Bruce Hoffman, The confluence of international and domestic trends in terorism, http://. WWW. Cionet. Org/ wps/hob01.
David Zeidan, The Islamic fundamentalist view of life as a perennial battle, Middle East Review of International Affairs, vol. 5, (December, 2001)
H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1996)
Hasil Interogasi Terhadap Tersangka M. Rozi al. Amrozi al. Chairul Anom sampai dengan jam Tanggal 6 Nopember 2002,” hal.2 http://www.intl-crisis- group.org/projects/asia/Indonesia/reports/A400969_11122002.pdf
ICG Indonesia Briefing, Al-Qaeda in Southeast Asia: The Case of the “Ngruki Network” in ndonesia, 8 Agustus 2002.
ICG, Bagaimana jaringan terorisme Jama’ah Islamiyah beroperasi:http://www.intl-crisis-group.org/projects/asia/Indonesia/reports/A400969_11122002.pdf
Kementerian Luar Negeri Singapura,“MFA Press Statement on the Request for Addition of Jama’ah Islamiah to List of Terorists Maintained by the UN”, 23 Oktober 2002.
Magnus Ranstorp, terrorism in the name of religion, http://www.Cionet. Org/wps/ram01/
Martin van Bruinessen, “Geneaologies of Islamic Radicalism in Post-Suharto Indonesia”, ISIM dan Utrecht University, 2002, hal.3. Lihat www.let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal.
Muhamad Nursalim, Faksi Abdullah Sungkar Dalam Gerakan NII Era Orde Baru, sebuah tesis S2 Universitas Muhammadiyah Solo, 2001.
Muhammad Thahhan, Tahaddiyaat Siyasah Tuwajih Al-Harakah Al-Islamiyah, terj.Rekonstruksi pemikiran Islam menuju gerakan Islam Modern , Solo: Era Intermeda, 1997.
Mustafa Alsayyid, Mixed message: the arab and muslim response to terrorism, CSIS, The Washington Quarterly, spring 2002.
New Picture Emerges of Militant Network in Southeast Asia – Jama’ah Islamiyah Aided al-Qaeda But Has Own Agenda: Islamic State,” Asian Wall Street Journal, 9 Agustus 2002
Samantha F Ravich, Eyeing Indonesia though the lens of Aceh, CSIS, The Washington Quarterly, spring 2002.
-------------The Modern Terrorist Mindset: Tactics, targets and technologies. http://www. Cionet.org/wps/hob03.
Wawancara ICG, Jakarta, 25, 27, 28 November 2002.Wawancara ICG, Solo, 26 November 2002,Wawancara ICG, Surabaya, 7 dan 9 November 2002.
Yusuf Qardhawy, Aulawiyat alharakah alIslamiyah filmarhalah alqadimah, ter. Najiyullah: Prioritas Gerakan Islam antisipasi masa depan gerakan Islam, Jakarta: Al-Islahy Press, 1993
Jan Pakulski, social movement and class: The decline of the Marxist paradigm dalam Louis Maheu (ed), social movement social classes: the paradigm of collective action, London: Sage, 1995 .
Efendi, Prasetyo, Radikalisme Agama, Jakarta: PPIM- IAIN, 1999.
Surat kabar/ majalah
15 Menit Bersama Imam Samudra”,Kompas, 5 December 2002.
Aziz Masyhuri Yakin Tidak Ada JI di Indonesia, TEMPO Interaktif, 4 Nov 2002
Cerita dari Mosaik Bomb Natal, Tempo, 25 Februari 2001
Confessions of an al-Qaeda Terorist”, Time, 23 September 2002.
Dian Intannia, “Ba’asyir Restui Bom Natal”, detik.com, 29 Oktober 2002.
Kita Diserang, Majalah Sabili,Edisi Tahun 2002
Putuskan Hubungan dengan Australia. Jawa Pos, Selasa. 05 Nov 2002
Tak Jelas, Relasi Agama-Negara dalam Islam,KOMPAS, Senin, 4 November 2002
Tony Lopez “What is JI?” Manila Times, 1 November 2002.


Lampiran A
DAFTAR SEBAGIAN KASUS BOM DI INDONESIA
YANG DITUDUHKAN KEPADA JAMA’AH ISLAMIYAH
(Daftar ini tidak termasuk peristiwa bom di Maluku atau Poso )

I. Mesjid Istiqlal, Jakarta 19 April 1999
II. Rumah kediaman Duta Besar Filipina, Jakarta, 1 Agustus 2000 (Ledakan ini menewaskan dua orang. Fathur Rahman al-Gozi, Abdul Jabar termasuk yang diduga bertanggung jawab.)
III. Bom Malam Natal, 24 December 2000
1. Jakarta
a. Bom Katedral Jakarta, Lapangan Banteng. meledak antara pukul 8:55 dan 9:10 malam hari. Bom diletakkan kurang lebih dua meter disebelah kanan pintu masuk gereja, tampaknya dibawah mobil. Menimbulkan asap biru-putih dan tidak meningggalkan banyak bekas. Tim forensik polisi menemukan bom lain seberat 8 kg yang tidak meledak yang diletakkan dilantai dekat pintu depan gereja. Bom dilengkapi jam weker sebagai alat pengatur waktu.
b. Gereja Kanisius, Jl.Menteng Raya, dua ledakan antara pukul 8:45 dan 8:50 malam hari yang melukai lima orang. Ledakan pertama menimbulkan asap hitam pekat, yang kedua meledak dengan api merah.Ledakan terjadi usai misa pertama.
c. Gereja Santo Yosef, Jl Matraman Raya No.129. Bom meledak pukul 8:55 malam. Timbul asap putih yang berubah menjadi asap hitam yang sangat pekat. Bahan peledak mengandung serpihan logam yang melukai sejumlah besar orang. Empat orang tewas, delapanbelas luka-luka, berikut kerusakan fisik yang cukup besar: empatbelas mobil, satu warung makan, satu gerobak pedagang tahu, dan satu halte bis. Bom meledak dibawah pohon dekat pintu belakang sekitar 20 meter dari susteran arsudirini. Jenis bom tidak pernah terungkap.
d. Gereja Kristen Protestan Oikumene, Jl. Komodor, Halim Perdanakusuma. Bom meledak pukul 9:10 malam ketika berlangsung misa, melukai seorang anak perempuan berusia empat tahun. Tidak jelas dimana bom diletakkan namun asap dari ledakan masuk gereja dari bawah pintu utama dan dari jendela yang pecah terkena peluru senapan angin (tidak jelas kapan terjadi). Bom meninggalkan lubang dengan kedalaman 5 sentimeter dan lebar 45 sentimeter. Satu mobil hancur, tiga lagi rusak.
e. Gereja Koinonia, Jatinegara. Bom meledak antara pukul 7:15 dan 7:45 petang. Saat itu gereja dijaga dua petugas polisi dari Polres, satu bernama Sersan Cipto. Tempat sepi kecuali ada beberapa penjual, sebuah mobil yang diparkir dan dua penjaja rokok dimuka gereja. Bom diletakkan di sebuah Mikrolet dengan nomor pelat B2955W, yang tidak berpenumpang. Pengemudi tewas, dan seorang wanita bernama Sumiati Tampubolon terluka. Jenis bom tidak pernah terungkap, namun meninggalkan asap kelabu pekat dan lubang dengan lebar 70 sentimeter.
f. Gereja Anglican, Jl. Arif Rahman Hakim, Menteng
2. Bekasi
Gereja Protestan, Jl Gunung Gede Raya. Bom meledak sekitar pukul 9.05 malam. Dua bom lainnya dapat dijinakkan oleh regu Gegana polisi Bekasi. Ketiganya ditanam dibawah tanah pada halaman yang berfungsi sebagai tempat parkir. Bom yang mengandung peluru angin ditempatkan didalam kotak dan dibungkus kantong plastik hitam, kemudian diletakkan didalam lubang dengan kedalaman sekitar 30 sentimeter dan lebar 50 sentimeter. Lubang kemudian ditutup batu dan sampah. Sebuah pager digunakan sebagai alat pengatur waktu. Peluru angin tersebut melukai tiga orang dijalanan.
3. Bandung
Bom meledak di sebuah ruko di Jl. Terusan Jakarta, Cicadas, Antapani sekitar pukul 3:00 sore dan menewaskan tiga pelaku bom.
4. Sukabumi
a. Gereja Sidang Kristus, Jl. Alun-Alun Utara. Bom meledak sekitar pukul 9:10 malam.
b. Gereja Huria Kristen Batak Protestan di Jl. Otista
5. Ciamis
Jl Pantai Pengandaran dimuka Hotel Surya Kencana, Dusun Banuasin RT 09/04 Kec. Pangandaran, Kab. Ciamis. Meledak sebelum waktunya sekitar pukul 6:20 petang.
6. Pekanbaru
a. Gereja HKBP di Jl. Hang Tuah
b. Gereja di Jl. Sidomulyo
c. Gereja ketiga, di Jl. Ahmad Dahlan, Gg Horas, Kel. Kedungsari, Sukajadi, dijadikan sasaran untuk 28 December 2002, bukan Natal.
7. Batam
a. Gereja Protestan, Simalungun (GKPS) Sei Panas
b. Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bethany, My Mart Carnival Mall
c. Gereja Pantekosta Indonesia, di Jl. Pelita
d. Gereja Santo Beato, Damian, Bengkong
8. Medan
a. Gereja Protestan Indonesia, Jl. Sriwijaya
b. GKPS Stadion Teladan
c. Gereja Kemenangan Iman Indonesia (GKII) Hasanudin
d. GKII Sisingmanagaraja
e. Gereja HKBP Sudirman
f Gereja Santo Paulus, Jl HM Joni
g. Gereja Katedral, Jl. Pemuda
h. Gereja Kristus Raja, Jl. MT Haryono
i. Kediaman Pastor James Hood, Jl. Merapi
j. Kediaman Pastor Oloan Pasaribu, Jl. Sriwijaya
k. Rumah pendeta Katolik, Jl. Hayam Wuruk
9. Pematang siantar
a. Kediaman pastor Elisman Sibayak, Jl. Kasuari
b. Gereja HKBP Damai, Jl. Asahan
c. Kediaman seorang pastor di Gereja Kalam Kudus, Jl. Supomo
d. Gedung tidak dikenal di Jl. Merdeka
10. Mojokerto
a. Gereja Santo Yoseph, Jl. Pemuda. Bom meledak pukul 8:30.
b. Gereja Kristen Allah Baik, Jl. Cokroaminoto. Ledakan terjadi sekitar pukul 8:30 malam.
c. Gereja Kristen Ebinezer Church, Jl. Kartini, Gg I
4. Gereja Bethany, Jl Pemuda
11. Mataram
a. Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Imanuel, Jl Bung Karno. Bom meledak sekitar pukul 10:05. Bom diletakkan dimuka rumah pastor, dibelakang gereja pada sisi timur dekat tanah kosong. Bom kedua dijinakkan polisi. Bom pertama menghasilkan bau mesiu dan asap hitam selama kurang lebih 30 menit. Meninggalkan lubang selebar limabelas sentimeter.
2. Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Betlehem, Jl. Pemuda. Tidak seorangpun berada ditempat ketika bom meledak. Bom pertama meledak dekat pojok depan gereja; yang kedua dekat tanah kosong dibagian timur kompleks gereja.
3. Pemakaman Kristen, Kapiten, Ampenan. Bom meledak sekitar pukul 10:05 malam.
IV. Peledakan Gereja HKBP dan Gereja Santa Ana, Jakarta, 22 Juli 2001
V. Bom Mal Atrium, Jakarta, 1 Agustus 2001.
VII. Gereja Petra, Jakarta Utara, 9 November 2001
VIII. Ledakan Granat dekat Gudang Kedutaan AS, Jakarta, 23 September 2002.
VIII. Sari Club dan Paddy’s Café, Bali, 12 Oktober 2002 menewaskan hampir 200 orang.

Lampiran B
INDEKS NAMA DAN ORGANISASI /PERAN
Ayman al-Zawaheri, dokter asal Mesir yang dituduh terlibat komplotan membunuh Anwar Sadat, kini diyakini menjadi wakil Osama bin Laden pada al-Qaeda. Ia dilaporkan mengunjungi Aceh di 2000, didampingi Omar al-Faruq.
Abdul Aziz alias Imam Samudra. pelaku utama kasus Bom Bali, ditangkap 21 November 2002. Lahir di Serang, Banten, lulus dengan predikat salah satu lulusan terbaik tahun 1990 dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I di Serang. Pada 1988, ia menjadi ketua HOSMA (Himpunan Osis Madrasah Aliyah). Terkenal dalam himpunan tersebut sebagai aktivis agama dan mengalami radikalisasi berkat salah satu guru pada madrasahnya, bekas pimpinan Darul Islam Kyai Saleh As'ad. Abdul Aziz berangkat ke Malaysia di 1990. Orang tuanya, Ahmad Sihabudin dan Embay Badriyah, merupakan pengikut PERSIS.
Abdul Qadir Baraja. Lahir 10 Agustus 1944 di Taliwong, Sumbawa, bekas ketua Darul Islam-Lampung di 1970an, bekas pengajar di Pondok Ngruki. Ditangkap dua kali, sekali pada Januari 1979 sehubungan Teror Warman, menjalani masa penjara tiga tahun, kemudian ditangkap dan divonis tigabelas tahun sehubungan ledakan bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985. Mendirikan Khilafatul Muslimin, organisasi yang bertujuan memulihkan kembali kalifah Islam pada 1997. Ikut
mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia Agustus 2000 tetapi tidak aktif pada MMI.
Abdul Rauf alias Sam bin Jahruddin. pelaku bom Bali, anggota sel JI bersama Imam Samudra. Lahir di Cipodoh, Tangerang, Jawa Barat pada tahun 1981; ia bertemu Abdul Aziz alias Imam Samudra tahun 2001 di Bandung melalui seorang kawan bersama. Ketika itu Rauf mengikuti kursus jurnalis, akan tetapi pernah hadir di Pondok Ngruki dari 1992 hingga 1997. Diduga ikut merakit bom Bali.
Abdullah Sungkar, ikut mendirikan Pondok Ngruki (Pesantren al-Mukmin) di pinggiran Solo, Jawa tengah dan Pesantren Luqmanul Hakiem di Johor, Malaysia. Lahir 1937 pada keluarga ternama pedagang batik keturunan Yaman di Solo. Ditahan sesaat tahun 1977 karena mendorong golput, kemudian ditangkap bersamaa Abu Bakar Ba'asyir pada 1978 atas tuduhan subversi karena diduga terlibat Komando Jihad/Darul Islam. Lari ke Malaysia 1985, mendirikan Jama’ah Islamiyah sekitar 1995, wafat di Indonesia November 1999.
Abdurrahman, alias yang digunakan Abdul Aziz alias Imam Samudra pada kasus bom Batam December 2001.
Abu Bakar Ba’asyir. Ikut mendirikan Pondok Ngruki bersama Abdullah Sungkar, aktif dalam organisasi al-Irsyad, lahir 1938 di Jombang, Jawa Timur, lari ke Malaysia 1985, kembali ke Indonesia setelah Soeharto mundur. Ikut mendirikan Robitatul Mujahidin (RM) di Malaysia akhir 1999, dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Agustus 2000. Konon menggantikan kepemimpinan Abdullah Sungkar di Jama’ah Islamiyah ketika ia wafat tahun 1999, tetapi dianggap kurang radikal oleh anggota
JI. Sejak pertengahan Oktober 2002 ditahan di Jakarta atas dugaan terlibat kegiatan teroris.
Abu Dzar, nama perang Haris Fadillah, komandan pasukan Laskar Mujahidin di Maluku hingga tewas nya pada 26 Oktober 2000 di Siri-Sori Islam, Saparua. Ayah mertua dari Omar al-Faruq, yang ayah Mira Agustina. Ia berdarah campuran Makassar-Melayu, lahir di Labo Singkep, Riau.
Abu Fatih, nama perang Abdullah Anshori alias Ibnu Thoyib, diduga salah satu pemimpin teras JI. Lari ke Malaysia Juni 1986, mengikuti Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir. Diduga ikut merekrut sukarelawan untuk Afghanistan. Berasal dari Pacitan, Jawa Timur, saudara kandung Abdul Rochim, guru di Ngruki.
Agus Dwikarna, lahir di Makassar 11 Agustus 1964, ketua Laskar Jundullah, ditahan di Filipina Maret 2002 dan divonis karena tuduhan pemilikan bahan peledak secara tidak sah, diduga terlibat kasus bom di Manila dan Jakarta berdasarkan informasi yang diperoleh dari Fathur Rahman al-Gozi, warga Indonesia, yang juga ditahan di Filipina. Dwikarna pernah aktif di partai politik PAN, bekas anggota HMI-MPO, sayap garis keras dari HMI. Menjabat Sekretaris jenderal Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) setelah pendiriannya di Agustus 2000. Juga ketua KOMPAK cabang Makassar. KOMPAK diduga organisasi amal yang menghasilkan video tentang kejahatan yang dilakukan terhadap umat Muslim di Poso dan Ambon yang digunakan untuk keperluan merekrut anggota JI. KOMPAK-Makassar juga diduga menyalurkan senjata ke Poso.
Agus Hidayat. Salah seorang tersangka bom Bali yang bekerja dengan Imam Samudra. Seperti Yudi, dia alumni madrasah di Banten. Ditangkap 25 November 2002 sehubungan perampokan toko emas di Serang, Banten.
Akim Hakimuddin alias Suheb alias Asep Akim, berusia kurang lebih 30 tahun, adalah salah satu pelaku bom malam Natal di Bandung yang tewas ketika bom meledak sebelum waktunya. berasal dari Cikalang, Tasikmalaya, ia menetap di Afghanistan antara 1987 dan 1991, dari sana ia bertolak ke Malaysia, dimana ia bertemu Hambali. Akim juga menjalani dua masa bakti di Ambon selaku anggota pasukan Laskar Mujahidin antara akhir 1999 dan 2001. Ia mungkin kembali ke Jawa Barat sekitar
akhir 1990an, dan bergabung dengan kelompok militan bernama Barigade Taliban yang dipimpin Kyai Zenzen Zaenal (Jainal) Muttaqin Atiq. Kyai Zenzen tampil sebagai salah satu pejabat Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) selaku anggota Ahlul Halli Wal Aqdi.
Ali Gufron alias Muklas/Muchlas alias Huda bin Abdul Haq. Berasal dari Lamongan, Jawa Timur, kakak Amrozi, lulusan Pondok Ngruki tahun 1982, veteran Afghanistan, penduduk Malaysia dimana ia mengajar di pesantren Luqman al-Hakiem di Johor. Konon mengambil alih tanggung jawab operasi JI di Singapura dan Malaysia dari Hambali ketika pengejaran pihak internasional terhadap Hambali memuncak.
Ali Imron, 35, adik dari Amrozi, lulusan madrasah aliyah di Karangasem, Lamongan, Jawa Timur di 1986, bergabung dengan kakak-kakaknya di Malaysia tahun 1990, menetap disana selama delapan tahun (dengan jeda selama satu tahun untuk belajar di Pakistan tahun 1995), menghadiri pesantren Luqmanul Hakiem di Johor. Sekembalinya ke Indonesia, menjadi guru pada Pondok al-Islam di Lamongan. Dia diduga yang mengemudikan minibus L 300 yang digunakan pada serangan Bali dari Lamongan ke Bali.
Amrozi, 39. Ditangkap 5 November 2002 atas keterlibatan dalam komplotan Bali. Lahir 1963 di Tenggulun, Lamongan, tdak selesai sekolah madrasah, bertolak ke Malaysia pada 1985 selama enam bulan untuk bekerja, kemudian balik ke Jawa Timur. Dia kembali lagi ke Malaysia tahun 1992 dan belajar dengan Muchlas pada pesantren Luqman al-Hakiem di Johor. Pulang ke Indonesia 1997. Pada 2000 Abdul Aziz alias Imam Samudra menghubungi Amrozi untk minta bantuannya mencari bahan
merakit bom untuk digunakan di Ambon. Membuka bengkel mobil tahun 2001, ahli reparasi mobil, ponsel, dan peralatan lain.
Aris Mundandar Tangan kanan Abu Bakar Ba'asyir di Pondok Ngruki. Lahir di Sambi, Boyolali, Jawa, lulusan Pondok Ngruki tahun 1989 (bersama Fathur Rahman al-Gozi). Fasih berbahasa Arab dan Inggeris. Aktif di Majelis Mujahidin Indonesia serta direktur Dewan Dakwah Islamiyah di Jawa Tengah. Salah seorang pendiri KOMPAK, dan produser video CD tentang konflik di Poso dan Maluku yang digunakan untuk keperluan rekrut anggota JI. Dia juga aktif di LSM Darul Birri cabang Jakarta. Darul Birri merupakan LSM yang berpusat di Abu Dhabi. Ia juga aktif pada Mer C (Medical Emergency Rescue Center), organisasi kemanusiaan Muslim yang mengirim bantuan ke Afghanistan setelah dimulainya aksi peledakan bom oleh AS akhir 2001.
Arkam, asli dari Sumbawa yang tinggal dengan Amrozi di Lamongan, Jawa Timur.
Basuki alias Iqbal bin Ngatmo. Ditangkap sehubungan dengan usaha meledakkan gereja di pinggiran Pekanbaru, Riau, pada December 2001, atas instruksi Abdul Aziz alias Imam Samudra. Ia sedianya bermaksud bertolak ke Ambon untuk berjihad ketika Amrozi membujuknya agar berjihad ditempat lain.
Kamp Chaldun. Kamp pelatihan di Afghanistan dimana pimpinan JI konon berlatih.
Dedi Setiono alias Abbas alias Usman. Salah satu pelaku bom Mal Atrium yang divonis. Dedi merupakan veteran Maluku. Asli dari Bogor, ia pernah menetap beberapa tahun di Malaysia dan mencari nafkah dengan menjual air mineral di Jakarta. Dedi pernah bersama Hambali di Afghanistan tahun 1987 dan bertemu kembali dengannya di Jakarta Selatan pada Oktober 2000 untuk erencanakan bom malam Natal. Setelah "keberhasilannya" sebagai komandan lapangan di Jakarta terhadap operasi tang terakhir tersebut, Abbas bekerja bersama Imam Samudra untuk melakukan koordinasi bagi bom Mal Atrium pada awal 2001.
Faiz bin Abubakar Bafana. Anggota JI asal Malaysia yang saat ini tengah ditahan di Singapura. Dilaporkan ia menghabiskan masa kecilnya di Tanah Abang, Jakarta. Menurut berita acara pemeriksaan terhadapnya, Abu Bakar Ba'asyir hadir pada beberapa pertemuan yang direncanakan. bagi operasi JI. Bafana kabarnya bekerja erat dengan Hambali dan membantunya membeli bahan peledak bagi kasus bom December 2000.
al-Faruq, Omar alias Moh. Assegaf. Diduga berkebangsaan Kuwait (kendati pemerintah Kuwait menyangkal ia warganegara Kuwait) dan terkait al-Qaeda, yang pengakuannya tentang kegiatannya di Indonesia menjadi cerita sampul Time Magazine,
23 September 2002..
Fathur Rahman al-Ghozi. Lahir di Madiun, Jawa Timur, ia ditangkap di Manila pada Januari 2002 dan divonis atas tuduhan memiliki bahan peledak secara tidak sah. Ia lulus dari Pondok Ngruki di 1989, belajar di Pakistan, pernah menetap di malaysia dan beristerikan wanita Malaysia. Ayahnya, Zainuri, pernah mendekam di penjara karena dugaan kaitan dengan Komando Jihad.
Fauzi Hasbi alias Abu Jihad. Putera Hasbi Geudong, ayah dari Lamkaruna Putra. Menyebut dirinya pemimpin Republik Islam Aceh (RIA) dan Front Mujahidin. Lahir 1948 di kecamatan Samudera Geudong, Aceh Utara. Ia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya (usia 7 hingga 14 tahun) di gunung bersama pasukan gerilya Darul Islam. Ia bergabung dengan GAM di 1976 bersama ayah dan kakaknya, ditangkap 1979, dibebaskan dibawah bimbingan perwira Kopassus Syafrie Sjamsuddin. Melalui ayahnya, ia mengenal Abdullah Sungkar dan menjadi dekat dengan anggota JI di Malaysia.
Fernandez, Joe. warga Malaysia, wakil rakyat negara bagian dari Lunas yang dibunuh pada 14 November 2000 di Bukit Mertajam, Malaysia, tampaknya oleh KKM yang terkait dengan JI.
Fikiruddin Muqti alias Abu Jibril alias Mohammad Iqbal bin Abdurrahman. Lahir di desa Tirpas-Selong, Lombok Timur. Menjadi muballigh terkenal di mesjid Sudirman di Yogyakarta pada awal 1980an. Lari ke Malaysia 1985, disusul isterinya. Ditangkap pihak berwajib Malaysia pada Juni 2001 dan dituduh berusaha mendirikan negara Islam di seantero Asia tenggara. Sering berkunjung ke Indonesia, tampil dalam video CD untuk merekrut sukarelawan bagi pertempuran di Maluku. Menjadi
anggota badan pelaksana Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada Agustus 2000.
Fuad Amsyari. Sekretaris Abu Bakar Ba'asyir pada Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
GAM, Gerakan Aceh Merdeka. Dimulai oleh Hasan di Tiro tahun 1976. Kendati singkatan GAM lazimnya merupakan sebutan bagi organisasi politik maupun militer, anggota GAM sendiri memakai GAM untuk menyebut gerakan politiknya, dan AGAM untuk angkatan bersenjatanya. Hasan di Tiro menggunakan ASNLF, Acheh Sumatra National Liberation Front untuk menyebut gerakan politiknya. "Aceh" dianggap ejaan pro pemerintah; ejaan "Acheh" lebih disukai gerakan pro kemerdekaan tersebut.
Haji Mansur. Ayah mertua dari Abdul Jabar, anggota JI yang buron, pensiunan perwira AD, mantan kepala desa Sanio, kecamatan Woja, di Dompu, Sumbawa Tengah.
Hambali alias Riduan Isamuddin. Lahir dengan nama Encep Nurjaman di Kampung Pabuaran, kecamatan Karang Tengah, Cianjur, Jawa Barat pada 4 April 1964. Kedua dari 11 anak Ending Isomudin (almarhum) dan isterinya, Eni Maryani. Sekolah di madrasah Manarul Huda, lulusan SMU Islam Al-Ianah di Cianjur, 1984. Sekitar akhir 1985, ia bertolak ke Malaysia, untuk mencari pekerjaan sebagai pedagang. Menjadi anak buah Abdullah Sungkar, tinggal beberapa tahun di Afghanistan. Dilaporkan mengarahkan bom malam Natal 2000, menjadi ketua JI untuk Singapura dan Malaysia, konon digantikan Ali Gufron alias Muchlas pada akhir 2002.
Hasbi Geudong. rekan dekat pemimpin Darul Islam Aceh Daud Beureueh, bergabung dengan GAM di 1976 bersama kedua puteranya, Muchtar Hasbi dan Fauzi Hasbi. Ditangkap pertengahan 1980an, ketika dibebaskan pindah ke Singapura, kemudian kabarnya setelah diancam anak buah Hasan di Tiro, menuju Malaysia dimana ia bertetanggaan dengan Abdullah Sungkar. Dekat dengan pimpinan DI di Jawa Barat, ia dianggap sementara orang imam ketiga DI setelah Kartosuwirjo dan Daud Beureueh. Wafat di Jakarta Maret 1993.
Hendropriyono (LetJen.). Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Pada 1989 selaku Danrem 043 di Lampung, Komando garuda Hitam, ia memimpin serangan terhadap sebuah madrasah di Way Jepara, Talangsari, Lampung yang terkait Pondok Ngruki melalui Abdullah Sungkar. Pada 1999 selaku Menteri Transmigrasi menawarkan islah kepada keluarga-keluarga di lampung yang terkena serangan tersebut, dan akibatnya, beberapa dari mereka direlokasikan di tambak udang di Sumbawa.
Hispran (Haji Ismail Pranoto). Aslinya dari Brebes, mantan komandan senior Darul Islam di Jawa Timur, diperalat oleh Ali Moertopo untuk mengaktifkan kembali Darul Islam dalam bentuk Komando Jihad pada pertengahan 1970an. Dikabarkan membawa masuk Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar kedalam DI di 1976. Hispran ditangkap Januari 1977, diadili 1978, dan divonis penjara seumur hidup atas tuduhan subversi. Wafat di LP Cipinang, Jakarta.
Iqbal alias Didin. Ditangkap sehubungan bom malam Natal di Jawa Barat December 2000. Lahir bernama Didin Rosman di 1958, alumni pesantren yang berafiliasi dengan Darul Islam. Aslinya dari Pasar Ucing, Garut, Jawa Barat, Iqbal belajar di Pesantren Rancadadap di Curug, Garut, kemudian pindah ke pesantren lain, Awi Hideung. Pada akhir 1970an menjadi pedagang gula aren dan barang lain yang dijualnya di pasar Kiaracondong di bandung. Iqbal dikabarkan menekuni ilmu agamanya dengan berbagai kyai, termasuk Kyai Saeful Malik, yang juga dikenal sebagai Acengan Cilik, seorang mantan pimpinan Darul Islam. Iqbal merupakan kontak utama bagi Jabir dan Hambali di Bandung saat bom malam Natal 2000 tengah direncanakan. Divonis tahun 2001 menjalani masa penjara duapuluh tahun.
Iqbal alias Armasan alias Lacong. Diduga merupakan pelaku bom bunuh diri di Bali, lahir di Sukamana, Malimping, Banten di 1980. Anggota sel yang termasuk Imam Samudra dan Yudi.
Jabir. Alias Enjang Bastaman, tokoh JI dan kawan Hambali yang tewas di Bandung dalam operasi bom malam Natal 2000. Berusia sekitar 40 tahun, ia berasal dari Banjarsari, Ciamis, lulus dari Pondok Ngruki sekitar 1990 dan melanjutkan pendidikannya pada Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) di Tanjung Priok. Pernah tinggal di Malaysia dan berlatih di Afghanistan, juga mengunjungi Thailand. Tahun 1996 ia kembali ke Ciamis untuk menikah, memboyong isterinya ke Malaysia tahun itu juga. Ia kembali ke Indonesia menjelang kelahiran anaknya yang pertama di 1998 dan selanjutnya menetap di
daerah Bandung. Di 2000 ia dikabarkan pindah ke Tasikmalaya namun memelihara hubungan tetap dengan orang-orang JI di Malaysia.
Jama’ah Islamiyah. Organisation yang dibentuk oleh Abdullah Sungkar di Malaysia pada 1994 atau 1995, tidak untuk dirancukan dengan istilah umum Jama’ah Islamiyah yang artinya hanya "komunitas Islami". Organisasi tersebut secara resmi dimasukkan dalam daftar organisasi teroris di PBB pada 23 Oktober 2002.
Kartosuwirjo, Sekarmadji Maridjan. Pemimpin Darul Islam di Jawa Barat, 1948-62. Lahir di Cepu, Jawa Barat di 1905, tewas ketika ditangkap di 1962. Memberi ilham bagi banyak orang di Indonesia yang mendukun pendirian negara Islam, termasuk anggota JI.
KMM, Kumpulan Mujahidin Malaysia (Oleh pihak berwajib Malaysia sering menyebutkannya "Kumpulan Militant Malaysia"). Kelompok yang terkait JI yang anggotanya dihubungkan tidak saja dengan serangkaian perampokan terhadap bank dan peledakan bom, namun juga dengan serangkaian pertemuan di Malaysia dimana salah satu pembajak 11 September ikut hadir.
Komando Jihad, nama yang digunakan pemerintah Soeharto bagi gerakan Darul Islam yang diaktifkan kembali pada pertengahan 1970an yang dimanipulasi oleh Ali Moertopo, perwira senior AD yang bertanggung jawab terhadap operasi rahasia, untuk mendiskreditkan kelompok Muslim yang menentang Soeharto sebelum pemilihan 1977.
KPPSI, Komite Persiapan Pengerakan Syariat Islam.
KPPSI dibentuk di Makassar, Sulawesi Selatan pada Mei 2000. Pendirinya kabarnya melihatnya sebagai cara melanjutkan perjuangan Darul Islam melalui konstitusi. Ketuanya Abdul Aziz Qahhar Muzakkar; Agus Dwikarna merupakan anggota yang menonjol. Dikemudian hari organisasi menanggalkan kata "Persiapan" sehingga menjadi KPSI.
Laskar Mujahidin. Kelompok induk angkatan bersenjata yang terkait pertempuran JI di Maluku dan Poso. Jumlah pasukannya di Maluku tidak pernah melebihi 500 orang. Komandan pertamanya adalah Abu Dzar, ayah mertua Omar al-Faruq, yang tewas Oktober 2000. Berbeda dengan Laskar Jihad, dengan mana tidak ada kerjasama.
Laskar Jundullah. Nama yang diberikan bagi sayap militer KPPSI. Dipimpin oleh oleh Agus Dwikarna yang mengirim anggotanya ke Poso dan Maluku. Istilah "Laskar Jundulla" atau Tentara Allah pun digunakan sejumlah satuan ad hoc yang bertempur di Maluku dan Poso sebelum pembentukan resmi Laskar Jundullah pada September 2000.
MMI, Majelis Mujahidin Indonesia. Organisasi yang didirikan Agustus 2000 oleh Abu Bakar Ba'asyir dan Irfan Awwas Suryahardy untuk membentuk front politik bagi seluruh kelompok di Indonesia yang berupaya mendirikan syariyah Islam. MMI termasuk sejumlah besar anggota JI, namun juga banyak lainnya memiliki pekerjaan yang sah, ..
Ngruki. Kota diluar Solo, Jawa Tengah, yang namanya digunakan oleh pesantren yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir. Resminya bernama Pesantren al-Mukmin, lebih dikenal dengan sebutan Pondok Ngruki. Sejumlah besar anggota JI pernah hadir atau mengajar disana, atau ada kaitan dengan salah satu pendiri.
Pesantren Luqman al-Hakiem. Pesantren di Johor, Malaysia, yang didirikan Abdullah Sungkar dan yang pernah dihadiri oleh banyak anggota JI.
RM, Rabitatul Mujahidin. Didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir di Kuala Lumpur pada akhir 1999 .Dihadiri wakil-wakil dari organisasi separatis dari Indonesia, Filipina, Thailand, dan Birma, bersama beberapa anggota kunci JI. Perkumpulan tersebut sendiri tidak terlalu aktif.
Tamsil Linrung. Bekas bendahara Partai Amanat Nasional (PAN), ditangkap bersama Agus Dwikarna di Filipina pada Maret 2002, dibebaskan tidak lama kemudian. Ikut mendirikan Laskar Jundullah, juga mengambil bagian dalam pertemuan pendirian Rabitatul Mujahidin nya Abu Bakar Ba’asyir pada akhir 1999.
Umar. Rekan Hambali yang mengadakan kontak dengan beberapa tokoh kunci yang terlibat kasus bom malam Natal di Jawa Barat. Penduduk Malaysia. Mungkin salah satu Umar yang dicari sehubungan kasus bom Bali.
Yazid Sufaat. Anggota senior JI yang ditahan di Malaysia, diduga bertanggung jawab atas bom malam Natal 2000 di Medan.
Yudi alias Andri. Salah satu tersangka kasus bom Bali, bagian dari sel Imam Samudra di Banten.Lahir di desa Sukamanah, Malimping, Banten tahun 1980. Setelah menghadiri SDN, Yudi belajar di Pondok Ngruki dari 1992-1995. Diduga membantu Abdul Rauf menyiapkan bom Bali.
Zulkifli Marzuki. kebangsaan Malaysia, diduga "sekretaris" JI.

0 komentar:

إرسال تعليق

Comment here

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP